Satu dari gaya jamuan makan malam kalangan khusus di Jepaang, termasuk kalangan Yakuza - mafia Jepang. Satu orang termasuk minuman keras harus bayar sekitar 15.000 yen atau sekitar Rp 1,4 juta (kurs Rp 98 per yen). Makan sushi atau sashimi yang ada di atas "piring" berupa tubuh wanita telanjang. Itulah Nyotaimori, artinya makan di atas tubuh wanita, termasuk salah satu budaya Jepang yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu, hanya di kalangan tertentu, kalangan eksklusif saja, seperti kalangan lingkungan raja-raja di masa lampau. Lalu akhir tahun 1990-an populer di Jepang. Namun kini dilarang di Jepang.
Mekipun demikian secara sembunyi-sembunyi, hanya kalangan eksklusif tertentu saja, biasanya bisa menikmati Nyotaimori. Lawannya, lelaki telanjang, disebut Nantaimori. Namun hal ini tak pernah ada, karena dianggap sangat merendahkan derajat lelaki di Jepang (yang notabene negara lelaki). Tanggal 14 Februari 1998, sebanyak 33 orang dari Junior Chamber International Japan di sebuah restoran bawah tanah, pada suatu hotel yang berada di depan stasiun Asahikawa, Hokkaido, mengadakan pesta Valentine dengan santapan Nyotaimori tersebut.
Gadis berusia 16 tahun telanjang bulat sebagai tokoh Nyotaimori, dan di atasnya diletakkan sushi maupun sashimi, lalu disantap para bos, termasuk pimpinan chamber tersebut dan seorang anggota DPRD Hokkaido. Mereka akhirnya ditangkap polisi karena melanggar UU Anti Prostitusi dan UU Perlindungan anak di bawah umur. Kasus itu dimuat majalah Flash, tanggal 3 November 1998.
Pelaku wanita Nyotaimori sebenarnya tidak bisa sembarangan. Harus ada pelatihannya. Harus tahan geli, bisa tenang sehingga dapat mengatur suhu badan tetap dingin. Jadi sebelum melakukan dia harus mandi, bersih, semua rambut tubuh, termasuk rambut yang di bawah, harus bersih (dicukur). Harus bisa berbaring tidur berjam-jam tanpa gerak tanpa emosi, walaupun kadang mungkin badannya tersiram air agak dingin cipratan atau penumpahan anggur sengaja agar seolah tambah lezat, dan sebagainya. Harus mampu mati rasa.
Selain itu penyajian makanan pun tidak bisa sembarangan, ada seni Jepang tersendiri untuk penataan dan peletakan sushi maupun sashimi tersebut. Setelah telanjang, wanita yang sudah bersih sekali, tidur, ditaburi dengan semacam bubuk agar tubuh tetap "dingin" dan tidak lembab, seolah terlapisi zat tertentu, tidak langsung menyentuh tubuh. Apabila tubuh panas, akan mempengaruhi sushi atau sashimi dan terkontaminasi bisa kurang baik bagi kesehatan si penikmat (yang makan). Untuk menghindari kontaminasi tersebut biasanya ada daun lebar dan di atas daun lebar ditaruhlah sashimi atau sushi.
Tetapi bagi yang langsung ditaruh di tubuh wanita, inilah yang paling sulit. Tingkat kesulitan agar tak terkontaminasi bakteri tubuhnya (bayangkan kalau mudah berkeringat wanita telanjang itu), dan tingkat kesulitan merancang atau menata sushi dan atau sashimi di atas tubuh tersebut, agar tetap kelihatan manis, seolah transparan langsung tubuh, tetapi tetap terpisahkan antara tubuh dan makanan. Misalnya memberikan parutan labu secara tipis, barulah di atasnya diletakkan sushi atau sashimu.
"Piring hidup" tersebut saat dimandikan menggunakan sabun yang beraroma khusus dan kemudian menyelesaikan dengan percikan air dingin untuk mendinginkan tubuh supaya sushi layak untuk ditaruh di atasnya. Aspek kebersihan nyotaimori tetap harus nomor satu, itulah penyajian cara Jepang. Di China juga dilakukan tetapi tahun 2005 dilarang karena dianggap melanggar hak asasi manusia. Negara lain juga pernah melakukan misalnya di Afrika Selatan, Amerika Serikat dan sebagainya.
Kalangan pimpinan yakuza yang menikmati Nyotaimori biasanya diselingi minuman keras pula. Namun apabila ada permainan seks biasanya bukanlah wanita Nyotaimori yang dipakai melainkan companion, wanita, yang menemani masing-masing bos saat bersantap itulah. Nyotaimori hanya menjadi semacam pertunjukan, bahan tertawaan, pelepasan kepuasan laki-laki Yakuza Jepang. Layaknya seperti boneka saja wanita Nyotaimori tersebut.
0 komentar :
Posting Komentar
Silakan Isi Komentar Anda...